Selasa, 03 Februari 2015

Astri, Calon Foto Model

Kedua lelaki itu tampaknya profesional betul. Mereka bisa menjelaskan dengan baik job yang ditawarkan kepada Astri. Buktinya, wajah Astri tampak berbinar-binar. Betapa tidak, ia ditawari membintangi iklan kosmetik yang tampaknya khusus diproduksi untuk para akhwat berjilbab.
“Syukurlah. Saya memang menunggu tawaran yang seperti ini. Saya memang sudah bertekad hanya mau berkiprah lagi di film iklan, sinetron atau yang lainnya, asalkan saya boleh tetap mengenakan jilbab,” katanya. “Betul Mbak. Dengan jilbab, Mbak tampak lebih… eh maaf… cantik begitu…” sahut lelaki berdasi hijau dengan perut lumayan membuncit.
“Ehhh… aslinya memang cantik kok !” bantah Astri dengan nada bercanda, ditimpal tawa berderai kedua tamunya. Perbincangan mereka terhenti sejenak oleh datangnya pembantu yang membawa baki berisi tiga gelas minuman.
“Eh… maaf Mbak. Kalau tidak keberatan, tolong sopir kami juga dikasih minum. Dari tadi dia ribut haus,” ujar lelaki berdasi merah ati. Astri tersenyum dan menyuruh pembantunya membawakan minum buat sopir di luar. Mereka kembali terlibat pembicaraan serius. Namun, lagi-lagi ada gangguan datang. Kali ini, si sopir yang masuk tergopoh-gopoh.
“Eh…oh… tolong, simbok kepleset di depan. Dia pingsan,” kata sopir bertubuh besar itu. Ia membopong pembantu yang tadi mengantar minuman. Tanpa setahu Astri, lelaki itu mengerdipkan mata kepada kedua temannya. Astri tergopoh-gopoh memberitahu pembantunya yang lain. Mereka kemudian membawa pembantu yang pingsan itu ke kamarnya dan membaringkannya di ranjang.
“Bagaimana ? Perlu panggil dokter?” tanya Astri dengan raut wajah cemas. Si sopir dan lelaki berdasi biru berlagak mengecek denyut nadi simbok.
“Nggak apa-apa. Cuma kaget. Kamu tunggu di sini, kasih minum kalau sudah bangun,” ujar lelaki berdasi hijau.“Syukurlah kalau gitu. Bibi, kamu ambil minum dan tunggu simbok bangun ya?” sahut Astri. “Yuk, kita ke depan lagi,” lanjutnya kepada dua tamunya.
“Eh, kamu apain dia?” lelaki itu berbisik kepada temannya. Si sopir memberi kode pukulan di belakang kepala. Temannya tersenyum dan memberi kode jempol. Astri dan kedua tamunya sudah kembali duduk di ruang tamu. Mereka kembali serius membincangkan soal kontrak dan honor. Namun, 10 menit kemudian, pembicaraan itu kembali terganggu. Si sopir keluar dari ruang dalam sambil senyum-senyum. Astri merasa heran juga dengan sikap lelaki itu.
“Gimana? Simbok sudah siuman?” “He he he… belum tuh. Malah sekarang dua-duanya pingsan,” sahutnya. “Pingsan?” Astri makin heran. “Iya betul. Gue senggol kepalanya sedikit aja pingsan. Payah tuh dua pembokat,” sahutnya sambil cengengesan kayak Amrozy tersangka bom Bali.
“Eh, apa-apa… ada apa ini?” Astri tampak amat terkejut. Lelaki berdasi hijau berlagak mencoba menjelaskan. “Begini Mbak Astri. Si Panjul ini ingin bilang bahwa Mbak Astri sekarang sendirian menghadapi kami bertiga. Betul gitu, Njul?”
Astri baru akan membuka mulutnya saat Panjul kembali berucap. “Iya Ndut. Kita kan nggak mau waktu senang-senang sama Mbak Astri, diganggu dua mbok-mbok itu. Iya kan Wer?”
Lelaki berdasi merah ati yang dipanggil Dower oleh temannya cuma manggut-manggut. Bibirnya memang dower. Astri mulai menyadari dirinya dalam bahaya. Dengan tiba-tiba ia bangkit dari duduknya di sofa. Tapi gagal, sebab Panjul dari belakang menekan bahunya.
“Iiiihhhh… apa-apaan sih ini?” Astri meronta, tangannya mencoba menepis kedua tangan Panjul. Tapi tentu saja sulit. Tangan mungil Astri tak ada artinya menghadapi tangan kekar Panjul. Kini Panjul malah memegang kedua pergelangannya dan menariknya terentang, lalu menekannya di bagian atas sandaran sofa.
“Mbak nggak usah repot-repot melawan dan teriak. Nanti capek sendiri, atau malah jadi kesakitan,” kata Panjul setengah berbisik di dekat telinga Astri.
Astri begitu tersiksa dengan posisi seperti itu. Apalagi, Panjul menyempatkan menjilat pipinya yang mulus. Artis mungil itu pucat pasi. Gendut dan Dower kini duduk mengapitnya.
“Soal kontrak itu, Mbak jangan khawatir. Kita tetap akan buat videoklip dan Mbak tetap pakai jilbab,” kata Gendut seraya memegang ujung jilbab Astri dan menyampirkan ke bahunya.
“Aihhh… saya nggak mau… tolong… berhenti…. AIIIHHH….” Astri memekik, sebab Gendut mengusap-usap tonjolan di dada kirinya. Dower ikut-ikutan mengusap, bahkan meremas-remas tetek kanan Astri yang masih terasa kenyal.
“Betul Mbak. Mbak boleh dan bahkan harus tetap pakai jilbab. Cuma, dari sini ke bawah harus… dibuka !!!” Dower mengakhiri kalimatnya dengan mengoyak bagian muka gamis Astri diiringi jerit Astri.
Tiga lelaki itu berdecak-decak, mengagumi mulus dan padatnya kedua tetek Astri yang masih tersangga bra. Gendut dan Dower bersama-sama menarik turun tali bra Astri. Lalu, bersamaan pula mereka merogoh ke balik cup bra Astri diiringi pekik perempuan itu. Astri merintih-rintih, mengiba-iba agar mereka berhenti mempermainkannya. Tapi tetap saja kedua lelaki yang mengapitnya, meremas-remas sepasang teteknya. Mereka kini bahkan mengeluarkan teteknya dari wadahnya. Dower dan Gendut seperti berlomba menjilati dan mengulum puting Astri.
“Tetek Mbak Astri hebat juga. Saya suka jenis yang seperti ini,” kata Dower sambil menjepit puting Astri dan mengguncang-guncangkannya. “Kalian…ohhh…kurang…ajar !” pekik Astri.
“Video kita pasti laris manis, Mbak,” timpal Gendut sambil mencengkeram tetek Astri dengan sebelah tangan dan menyentil-nyentil putingnya. “Kita sekarang sudah siap bikin edisi sampelnya. Tuh, kameramen kita sudah datang. Ayo Lae, siap action,” lanjutnya.
Astri menjerit. Di depan mereka kini sudah ada lelaki lain yang menyandang kamera. Lampu kamera tampak menyala, tanda si kameramen mulai bekerja. Teteknya kembali jadi sasaran pemuas mulut.
“Gantian pegangin dong… gue juga pengen pegang teteknya,” kata si Panjul. Kedua temannya tertawa, lalu ganti memegangi tangan Astri. Panjul dengan kegirangan langsung menggenggam kedua tetek Astri, meremas-remasnya dengan gemas dan menarik-narik kedua putingnya ke atas. Astri tentu saja menjerit-jerit kesakitan. Dower berinisiatif merenggut putus bra Astri dan mengikat kedua tangannya ke belakang tubuhnya. Astri menangis waktu gamisnya ditarik turun, hingga kini ia hanya memakai jilbab dan cd. Panjul masih asyik dengan tetek Astri. Kedua temannya kini mengangkat kedua kaki Astri hingga kini bertumpu di pinggir sofa. Posisi ini membuat pangkal paha Astri terbuka bebas. Gendut mengelus-elus gundukan yang berlapis katun putih di pangkal paha Astri.
“Ini akan membuat video kita makin laris, Mbak Astri,” kata Gendut sambil menarik bagian tepi cd Astri. Astri memekik dan meronta-ronta dengan sia-sia. Si Lae mengclose-up pangkal paha Astri dengan kameranya. Memek artis berwajah lembut itu tampak cantik. Celah di antara dua bibir memeknya tampak masih mulus dan rapat. Padahal, tiga bayi sudah pernah melewatinya.
“Pinjam memeknya sebentar, ya Mbak?” si Gendut tiba-tiba melorot ke depan Astri. “Jangaaaan…. oohhh…. jangaaaannnn!!!” Astri menjerit-jerit. Gendut mengoyak cd-nya sampai lepas. Dikucek-kuceknya memek dengan rambut yang tak seberapa lebat itu. Lidahnya mulai menyapu bagian muka celah memek Astri dari bawah ke atas. Dua jempolnya dengan kasar melebarkan celah memek Astri, lalu lidahnya langsung menusuk-nusuk ke dalam. Dari dalam, lidah yang kasar itu menyapu naik hingga menyentuh klitoris Astri. Teriakan Astri sudah makin keras saat Dower naik ke sofa dan mengangkangi wajahnya.
“Ini juga bisa bikin videoklip kita laris !” teriaknya sambil mendorong kontolnya menyumpal bibir mungil Astri. Berjuta perasaan mengganggu Astri. Di satu sisi, ia merasa terhina dengan perlakuan itu. Ia mual juga karena harus mengulum kontol milik lelaki yang baru dikenalnya. Namun, rangsangan intens di klitorisnya begitu mengganggu dirinya. Apalagi, Panjul pun kini mulai menggelitik putingnya dengan lidahnya. Astri nyaris gagal mempertahankan harga dirinya untuk tidak orgasme ketika Gendut tak henti-henti menghisap klitorisnya. Tapi perempuan itu bersyukur karena Gendut berhenti sebelum ia mencapai orgasme. Ia pasti akan sangat terhina kalau menikmati pemerkosaan ini ! Terhina tapi merasakan nikmat dan tersiksa oleh rasa sakit adalah pilihan yang teramat sulit. Tapi Astri tak harus memilih. Lolos dari perasaan hina, ia masuk ke alternatif kedua… rasa sakit. Itulah yang kini dirasakannya saat Gendut dengan tanpa perasaan menusukkan kontolnya langsung sejauh-jauhnya ke dalam memeknya. Astri bukan lagi perawan, tapi diperlakukan seperti itu, pasti sakitnya bukan kepalang. Ia mencoba menjerit, tapi mulutnya tersumpal kontol besar.
“Memek Mbak…hihhhh….hebat….sekali….” Gendut terus meracau sambil menggenjot pinggulnya.
Astri mencoba membunuh perasaannya. Dipejamkannya matanya erat-erat saat cairan hangat memenuhi rongga memeknya, disusul beberapa detik kemudian di dalam mulutnya ! Gendut dan Dower terkekeh-kekeh di hadapan korbannya yang terkapar di sofa dengan napas terengah-engah. Panjul masih saja asyik mempermainkan gunung kembarnya. Astri tak kuasa melawan ketika Panjul mengangkat tubuhnya hingga kini terlentang di atas meja tamu.
Kepala Astri dengan jilbab yang agak kusut terkulai di ujung meja. Si Lae masih dengan kameranya mendekati Astri dari arah kepala. Astri panik ketika Lae menggeletakkan kontolnya di atas dahi, menjulur ke bibirnya yang masih belepotan sperma. Tangan kiri Lae menjulur ke dada kiri Astri dan menjepit putingnya.
“Ayo Mbak… emut kontolku !” katanya diiringi mengerasnya jepitan di puting Astri.
Tak kuasa menahan sakit, Astri membuka mulutnya dan membiarkan kontol Lae memasukinya. Pada saat bersamaan, Panjul mendorong kontolnya masuk ke memeknya yang masih terasa pedih. Cukup lama itu berlangsung sampai saatnya Panjul menarik kontolnya keluar dan berlari ke arah Lae.
“Minggir Lae. Gantian loe sikat memeknya,” katanya sambil menggenggam kontolnya.
Ternyata Panjul cuma ingin menyemprotkan spermanya ke wajah imut Astri. Sekejap saja, wajah Astri basah oleh cairan putih kental. Setumpuk sperma malah sampai menutup sebelah matanya. Begitu spermanya habis, Panjul memaksa Astri mengulum kontolnya sampai bersih. Lae yang kini menggarap memek Astri pun tak mampu lebih lama lagi. Ia menarik kontolnya keluar dan berejakulasi di dalam mulut Astri.
Keempat lelaki itu membiarkan Astri tergeletak di meja sekian lama. Tetapi perempuan itu akhirnya menangis terisak-isak saat didudukkan di meja dan ikatan tangannya dilepas.
“Sekarang kamu jalan merangkak ke kamar mandi, terus mandi yang bersih. Habis ini kita pergi untuk melanjutkan produksi video. Cepat dan jangan macam-macam,” kata Gendut sambil mendorong Astri hingga terguling ke lantai.
Perlahan perempuan itu merangkak. Lae tak melewatkan adegan langka itu. Seorang perempuan berjilbab dengan wajah basah sperma dan tak ada kain lain yang melekat di tubuh matangnya, merangkak perlahan. Dari belakang, diambilnya close up gambar selangkangan Astri dengan sperma yang masih meleleh keluar dari celah memeknya yang agak membuka. Astri hampir sampai kamar mandi ketika Dower mendekatinya dari belakang. Lelaki itu memegangi kedua pantat telanjangnya yang bundar.
“Sebentar. Ada yang kelupaan. Gue lupa pantat loe masih perawan,” katanya.
“Jangan….auhhhh… jangannn…” Astri merintih merasakan dua jari Dower menusuk memeknya.
“Aaakhhhh….sakkiiiit… jangan di situ…. ohhhh…” rintihan Astri makin keras.
Dua jari Dower kini berusaha memasuki lubang pantatnya yang sempit. Tapi percuma saja Astri melawan. Lelaki itu begitu kuat, sementara ia sudah kehabisan tenaga. Apalagi, tiga lelaki lainnya kini ikut merubungnya.
“Udaaah… nggak apa-apa Mbak. Mending disodomi sekarang daripada nanti habis mandi,” kata Lae, sambil menghidupkan lagi kameranya.
Astri cuma bisa menggigit bibirnya, menahan pedihnya pantatnya yang mulai diterobos kontol Dower. Tapi akhirnya ia menjerit histeris ketika Dower berhasil menembus lubang sempit itu. Pandangan matanya berkunang-kunang selama 10 menit aksi sodomi itu, sampai akhirnya Dower menumpahkan lagi spermanya, kali ini ke dalam lubang pantatnya.
Tak pernah terbayangkan oleh Astri akan diperlakukan sedemikian rupa. Berada di dalam kamar mandinya sendiri, dikerumuni empat lelaki asing yang semuanya telanjang. Jangankan telanjang bulat, untuk membuka jilbab seperti saat ini dilakukannya pun, ia sudah bertekad untuk tidak melakukannya di hadapan lelaki yang tak dikenalnya.
Tapi yang tak terbayangkan itu kini terjadi. Astri mengguyur sekujur tubuhnya, membersihkan bekas-bekas pemerkosaan di hadapan 4 pasang mata lelaki, salah satunya dengan kamera yang menyala. Lalu, bukan ia sendiri yang menyabuni setiap inchi tubuhnya, tetapi para lelaki itu. Bayangkan, bagaimana mereka menyabuni teteknya sambil sesekali nakal memilin-milin kedua putingnya.
Tak terbayangkan pula tangan-tangan kasar menyabuni pangkal pahanya yang sudah pasti diikuti dengan masuknya dua tiga batang jari ke lubang memeknya. Pengalaman baru pula bagi Astri ketika harus mencuci bersih empat batang kontol yang tadi memperkosanya. Malah, salah satu dari mereka, tak mampu menahan diri, menyetubuhinya sekali lagi di bawah shower !
Usai mandi dan menghanduki tubuhnya sampai kering bukan berarti akhir semua penghinaan itu. Keempat pemerkosanya melarangnya menutupi tubuhnya dengan handuk yang kecil sekalipun. Jadilah Astri dengan rambutnya yang lebat terurai sebahu, berjalan telanjang bulat diiringi keempat lelaki itu ke kamarnya. Astri agak lega ketika disuruh mengambil jilbab dan gamis dari lemari pakaian, meski dilarang mengenakan bra dan cd.
“Pakai jilbab dulu,” kata Gendut ketika melihat Astri hendak mengenakan gamis krem.
Jilbab itu pun kini terpasang, cukup panjang untuk menutupi teteknya. Tapi Gendut mendekatinya, memegang ujung jilbab dan menyampirkannya ke bahu.
“Ini nggak perlu ditutupi,” katanya seraya meremas-remas kedua tetek Astri yang tampak segar sehabis mandi.
Astri menunggu disuruh mengenakan gamisnya. Karena itu, ia agak kecewa ketika disuruh duduk di tepi ranjangnya, menghadapi kaca meja rias. Ia makin cemas saat kedua kakinya diangkat, hingga kini ia duduk mengangkang.
“Jembutmu lebat sekali, Mbak. Cukur dulu ya?” kata Dower sambil menyodorkan pencukur jenggot kepada Astri.
Tanpa banyak tanya, disemprotnya selangkangan Astri dengan busa pencukur.
“Cukur yang bersih ya? Jangan tersisa sehelai pun,” lanjutnya sambil mengucek-ucek selangkangan Astri.
Wajah Astri merah padam menahan malu. Tangannya gemetar saat mulai mencukur. Kedua matanya yang sayu meneteskan air bening. Tapi para lelaki itu tak peduli. Lae malah dengan santai bersila di lantai di hadapan Astri dan mengarahkan kameranya ke kesibukan di memek perempuan itu.
Akhirnya ritual bersih-bersih itu usai. Astri melemparkan pencukur ke lantai dengan frustrasi. Tiba-tiba Gendut mendorongnya hingga jatuh terlentang ke ranjang.
“Kita lihat, sudah bersih belum,” katanya, lalu mengelap memek Astri dengan ujung sprei.
Memek perempuan dewasa itu kini tampak mulus dengan kulit kemerahan. Gendut merapatkan wajahnya ke selangkangan Astri. Tak disangka, ia menemukan dua helai rambut kemaluan Astri masih belum tercukur. Dicabutnya satu persatu. Akibatnya, Astri dua kali menjerit kesakitan. Tapi perempuan itu diam-diam lega juga, karena lidah lelaki itu kemudian menjilati kulit bekas tempat tumbuhnya rambut yang dicabut itu.
“Nanggung ah…. aku kepengen lagi,” tiba-tiba Gendut berlutut dan langsung menempatkan kontolnya ke lubang memek Astri. Teman-temannya kontan protes.
“Eh jangan Ndut… dia kan udah mandi…”
“Alaaa nggak apa-apa. Gue janji ngecrot di luar,” kata Gendut sambil mendorong kontolnya masuk.
Astri mengerang tanpa daya. Ia tak bisa lagi menghitung sudah berapa kali disetubuhi sesiang ini. Betul saja, Gendut menarik keluar kontolnya begitu mencapai orgasme untuk kesekian kalinya. Tapi yang Astri tidak tahu, Gendut menampung spermanya ke dalam cangkir. Gendut lalu menyodorkan gelas itu kepada Panjul. Astri tak kuasa menolak ketika rahangnya dicengkeram sehingga mulutnya membuka dan sperma Gendut dicurahkan ke dalamnya. Astri terpaksa menelannya dengan penuh rasa jijik.
Yang ditunggu Astri datang juga. Ia akhirnya diminta memakai gamis kremnya. Panjul berlagak merapikan gamis Astri. Tapi sebetulnya ia cuma ingin merasakan lagi menyentuh tetek dan memek Astri dari luar busananya.
Keempat pemerkosa itu kemudian menggiring Astri keluar. Di halaman rumahnya yang berpagar rapat, mereka berhenti di samping mobil komplotan itu.
“Kita foto bersama dulu,” kata Lae.
Lagi-lagi Astri harus tersiksa. Perempuan berjilbab dan bergamis itu kini diapit Gendut dan Dower. Gendut melepaskan tiga kancing atas gamis Astri hingga kini sepasang teteknya terbuka. Digenggamnya tetek kanan Astri hingga tampak tegak. Tetek kiri digenggam Dower sambil mengulum putingnya. Dower pun mengangkat kaki kiri Astri setelah Panjul menarik gamisnya sampai batas pinggang. Panjul duduk di bawah sambil memeluk paha kanan Astri dan dua jarinya tampak masuk ke memeknya.
“Yak… pose yang bagus !” seru Lae sambil menghidupkan kameranya.
Dengan tripod ditaruhnya kameranya. Ia lalu bergabung dengan teman-temannya. Lae langsung duduk di sebelah Panjul. Dua jarinya ikut masuk dan bersama Panjul melebarkan lubang memek Astri.
Mobil kini mulai berjalan meninggalkan rumah Astri. Tapi tampaknya ini baru permulaan bagi artis berjilbab ini. Betapa tidak, ia sama sekali tak kebagian kursi. Ia kini dibaringkan di atas paha tiga lelaki. Gamisnya tertarik sampai ke pinggul dan kini memeknya tengah dipermainkan. Leher botol Mansion terjepit di situ. Guncangan mobil menyebabkan isi botol yang tinggal separuh, sesekali masuk ke memeknya. Klitorisnya sampai memerah karena terus dikucek-kucek. Sementara bagian dadanya terbuka bebas dan ada tangan-tangan yang tengah beraktivitas di situ. Kedua putingnya terus diputar-putar seperti tombol radio, menimbulkan suara-suara rintihan dari bibir tipisnya. Sebatang kontol yang tegang pun menempel rapat di pipinya yang mulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar